Laman

Senin, 18 Agustus 2014

An Schwager Kronos karya Goethe dan terjemahannya ala Ayu



An Schwager Kronos

Spude dich, Kronos!                                       
Fort den rasselnden Trott!
Bergab gleitet der weg;
Ekles Schwindeln zögert
Mir vor die Stirne dein Zaudern.
Frisch, holpert es gleich,
Über Stock und Steine den Trott
Rasch ins Leben hinein!

Nun schon wieder
Den eratmenden Schritt
Mühsam Berg hinauf!
Auf denn, nicht träge denn,
Strebend und hoffend hinan!
Weit, hoch, herrlich der Blick
Rings ins Leben hinein;
Vom Gebirg zum Gebirg
Schwebet der ewige Geist,
Ewigen Lebens ahndevoll.

Seitwärts des Überdachs Schatten
Zieht dich an
Und ein Frischung verheiβender Blick
Auf der Schwelle des Mädchens da.
Labe dich! – Mir auch, Mädchen,
Diesen schäumenden Trank,
Diesen frischen Gesundheitsblick!

Ab denn, rascher hinab!
Sieh, die Sonne sinkt!
Eh sie sinkt, eh mich Greisen
Ergreift im Moore Nebelduft,
Entzahnte Kiefer Schnattern
Und das schlotternde Gebein-

Trunken vom letzten Strahl
Reiβ mich, ein Feuermeer
Mir im schäumenden Aug,
Mich geblendeten Taumelnden
In der Hölle nächtliches Tor.

Töne, Schwager, ins Horn,
Raβle den schallenden Trab,
Daβ der Orkus vernehme: wir kommen,
Das gleich an der Türe
Der Wirt uns freundlich empfange


 
Kepada Kusir Kronos

Bergegaslah, Kronos!
Dengan derap langkah yang cepat!
Lewatilah bukit yang menurun ini:
Ragu-ragu itu menjijikkan
 Dan keraguanmu membuat dahiku pening. .
Melangkah dengan tegap
Menerjang tongkat dan bebatuan
Segeralah memasuki kehidupan!
                                                                                                   
Lagi lagi
Langkah yang terengah
Penuh kerja keras menuju ke bukit.
Teruslah, jangan malas,
Sembari berusaha serta berharap.

Lihatlah panorama yang cantik nun jauh di ketinggian sana
Yang menyelimuti kehidupan;
Dari bukit ke bukit
Tampak roh yang melayang-layang,
Sungguh kehidupan baka penuh balasan.

Bayangan di sisi langit
Menyelebungimu
Dan pemandangan yang nikmat lagi memabukkan
Pada gadis di ambang pintu

Nikmatilah! – Begitupun aku, duhai gadis
Dengan minuman yang berbusa ini,
Dengan pemandangan yang segar bugar!

Nah, bergegaslah turun!
Lihat, matahari telah tenggelam
Ya, dia tenggelam, ya kepadaku orang-orang tua itu
Merengkuhku dalam dalam tanah rawa berkabut wangi
Rahangnya yang ompong mengoceh
Dan tulang belulangnya gemetar-

Kita pun mabuk dari pancuran terakhir
Lautan api merenggutku,
Membuat mataku berbuih,
Dalam kebutaan aku berjalan terhuyung-huyung
Di pintu gerbang neraka kala malam.

Bunyikanlah nada-nada Korno, kusirku.
Berlarilah hingga terdengar suara langkah,
Sehingga kerajaan fana mendengar kedatangan kita
Dan tepat di depan pintu
Tuan rumah pun menyambut dengan ramah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar