Laman

Jumat, 06 Februari 2015

Cerita khayal : Dewi Fortuna

Pada zaman dahulu, tersebutlah sebuah perkampungan. Kampung yang hijau, airnya jernih dan udaranya begitu segar. Matahari menyinari setiap pagi hingga senja tanpa lelah. Rumah-rumah kaca yang terpantul cahaya matahri membiaskan cahaya warna-warni. Begitu indah, seperti kilatan pelangi. Penduduk di sana hidup serba berkecukupan dengan memancing batu permata. Batu-batu itu tumbuh di dasar sungai yang begitu jernih. Tanah di perkambungan tersebut sangat subur. Apa saja yang ditanam oleh petani pasti tumbuh. Semua penduduk hidup bahagia di sana. Setiap hari mereka hidup berdampingan dengan rukun.
Hingga suatu hari, datanglah seorang pengemis tua dari kampung lain. Baju yang dikenakannya compang camping dan jalannya tertatih-tatih. Suara perutnya yang kelaparan terdengar keras. Badan pengemis itu juga kotor sehingga tercium bau yang tidak sedap. Penduduk yang melihat kedatangan pengemis tersebut pun merasa tidak suka. Setiap orang menjauh darinya. Pintu-pintu rumah ditutup rapat-rapat. Mereka takut tertular penyakit yang dibawa pak pengemis. Sebenarnya, ada banyak pohon berbuah di halaman rumah tetapi karena takut berdosa pak pengemis tidak berani mengambilnya. Dia terduduk di pinggiran sungai sembari menunggu belas kasihan penduduk. Satu hari, dua hari hingga berhari-hari lamanya pak pengemis
duduk di pinggir sungai. Namun, tidak seorang pun yang datang untuk membantunya.

Di suatu senja, seorang anak perempuan yang sudah lama mengamati pak pengemis akhirnya memberanikan diri mendekati pak pengemis. Anak perempuan itu duduk di sebelah pak pengemis yang terduduk lemas. Merasa iba, anak perempuan itu mengambilkan sebuah mangga di kebunnya.
"Pak, ambillah ini! Kami sebenarnya kasihan padamu tetapi kami takut tertular penyakit." kata anak gadis itu. Tetapi pak pengemis hanya diam saja. Masih terduduk di pinggir pantai. Anak itu mulai menggoyang-goyangkan bahu pak pengemis tetapi rupanya pak pengemis sudah meninggal dunia. Anak perempuan itu pun menjadi panik dan tidak sengaja menjatuhkan tubuh pak pengemis ke sungai. Mendengar suara benda jatuh ke sungai, semua orang pun berdatangan. Tetapi semua sudah terlambat. Tiba-tiba keajaiban pun terjadi. Batu-batu permata di dasar sungai berubah menjadi batu biasa. Seolah-olah semua warga kampung dihukum karena tidak mau menolong pengemis yang kelaparan. Kini, penduduk sudah tidak bisa mendapatkan batu permata lagi. Pohon-pohon juga sudah tidak berbuah lagi. Matahari tidak bersinar lagi karena setiap hari kampung tersebut tertutup awan mendung. Semakin hari bertambah buruk keadaan di kampung itu. Banyak binatang yang mati dan petani gagal panen.

"Jika terus begini maka kita akan mati kelaparan." kata seorang warga.
"Benar. Kita telah dihukum karena tidak mau memberi pertolongan pada pengemis tua yang malang. Tidak lama lagi bila keadaan tidak berubah, maka kita juga akan menjadi pengemis." seorang warga yang lain ikut menambahkan. Semua kecemasan warga memang benar. Keadaan tidak juga membaik. Mereka kelaparan dan beberapa orang akhirnya memutuskan keluar kampung untuk mencari makan di desa lain.

Sampai pada suatu hari, datanglah seorang pengembara berkuda. Dahulu, dia pernah singgah di kampung tersebut. Sayangnya, kampung yang dahulu begitu indah sudah berubah menjadi kampung kotor yang gersang. Pengembara yang penasaran kemudian bertanya pada anak perempuan. Dia pun menceritakan semua kejadian yang membuat kampunnya berubah menjadi kotor dan gersang. Sang pengembara yang sudah banyak menjelajahi tempat di dunia pun mengusulkan sebuah solusi. Menurut sang pengembara, penduduk harus pergi menemui seorang perempuan yang tinggal di kaki gunung. Konon, dia adalah perempuan rajin yang baik hati. Dia dan ayahnya menanam pohon fortuna. Buah pohon itu akan memberikan keberuntungan bagi yang memakannya. Tapi suatu ketika ayahnya sakit dan saat itu buah di pohon fortuna hanya tinggal sebiji dan ada seorang wanita yang juga meminta pohon itu untuk membuat sawahnya tidak diganggu hama. Akhirnya, petani yang baik hati itu memberikan buah fortuna untuk wanita tersebut. Pohon fortuna tidak bisa terus tumbuh, untuk membuatnya tumbuh penanamnya harus memiliki hati seperti emas dan dia juga harus merasa gembira. Sejak ayahnya sakit, perempuan penanam fortuna tidak bisa merasa gembira terlebih lagi kabarnya sang ayah pergi meninggalkan rumah karena tidak ingin melihat anaknya terus merasa sedih. Sayangnya, perempuan itu tidak akan pernah bertemu ayahnya. Pengemis itulah ayah perempuan penanam biji fortuna. Mendengar penjelasan sang pengembara, semua orang menjadi merasa bersalah.

"Kalian harus menemui perempuan itu lalu buatlah dia bahagia. Hanya jika dia merasa bahagia dia bisa menanam pohon fortunanya lagi." kata sang pengembara.
Semua orang berfikir untuk menemukan cara membuat perempuan itu bahagia. Padahal mereka justru punya berita duka untuknya. Mereka yakin perempuan itu hanya akan bersedih bila mendengar bahwa ayahnya telah meninggal karena mereka tidak mau membagi makanan.
"Tidak ada cara. Perempuan itu tidak akan pernah menanam pohon fortuna lagi." kata seorang warga dengan menangis tersedu. Satu per satu orang mulai meninggalkan si pengembara hingga tinggal gadis kecil saja.
"Pak pengembara, maukah kau mengantarkanku sampai ke rumah perempuan penanam pohon fortuna?" tanya gadis kecil.
Sang pengembara yang merasa iba dengan keadaan di kampung itu, akhirnya bersedia mengantar gadis kecil ke rumah perempuan penanam fortuna. Mereka menyeberang sungai lalu melanjutkan perjalanan panjang dengan berkuda. Tiga hari lamanya mereka menempuh perjalanan untuk sampai ke sebuah rumah kayu yang sederhana. Di belakang rumah itu ada ladang kosong. Sang pengembara pun menunjuk ladang. Dahulu, ada banyak pohon fortuna di tempat ini, kata pengembara. Mereka pun meminta izin kepada perempuan penanam fortuna untuk tinggal disana. Benar kata pengembara, dia adalah perempuan yang baik tetapi setiap hari dia selalu termenung sedih. Anak kecil itu mencoba menghiburnya. Dia menyanyi, menari dan mengajak perempuan itu bermain. Sayangnya, perempuan itu tetap saja tidak bahagia. Gadis kecil tau bahwa dia tidak akan bisa membuatnya bahagia. Lama kelamaan gadis kecil pun putus asa. Dia memutuskan untuk menyerah dan kembali ke desanya. Sebelum pulang, gadis kecil ingin memberitahu rahasia keberadaan ayah perempuan penanam pohon fortuna.

"Apa Anda selalu memikirkan ayah Anda?" tanya gadis kecil sembari menatap wajah sayu perempuan penanam pohon fortuna. Perempuan itu menghapus air matanya. Seolah dia tidak mau ada yang melihatnya menangis.
"Ayahku sudah lama sekali pergi meninggalkan rumah dan sampai sekarang tidak juga ada kabar tentangnya."
Sang pengembara kemudian memberi kode kepada gadis kecil untuk memberitahukan rahasia keberadaan ayahnya. Meskipun pahit, kebenaran tetap harus disampaikan.
"Maafkanlah aku dan semua penduduk di desaku."
Mendengar permintaan maaf gadis kecil, perempuan penanam pohon fortuna menjadi heran. "Kenapa kau minta maaf? Aku yang bersalah karena tidak bisa membantu kalian."
Gadis kecil menggelengkan kepalanya. "Sebenarnya aku tahu dimana ayahmu."
"Sungguh?" perempuan penanam fortuna seakan tidak percaya mendengar kabar tersebut. "Jika kau benar tahu, aku mohon beri tahu aku, dimana ayahku?"
Akhirnya, gadis kecil pun menceritakan kisah sang pengemis tua yang malang, ayah perempuan penanam fortuna. Mendengar cerita tersebut perempuan penanam fortuna pun menangis pilu. Apa yang paling dikhawatirkannya ternyata menjadi kenyataan. Ayahnya telah pergi untuk selama-lamanya.
Gadis kecil dan pengembara pun meninggalkan perempuan penanam fortuna sendirian di rumahnya. Mereka tahu perempuan itu tidak mungkin bisa menanam pohon fortuna lagi. Sudah tidak ada lagi yang bisa membuat perempuan itu kembali bahagia. Gadis kecil kembali ke desanya. Dia melihat keadaan desa yang semakin memburuk. orang-orang banyak yang kelaparan. Tanah mengering dan tanaman mati. Hujan tidak juga turun dan matahari selalu tertutup awan.

Keesokan harinya, perempuan penanam fortuna datang menemui gadis kecil di desanya. Dia ingin memberi tahu kepada gadis kecil bahwa masih ada harapan bagi gadis kecil untuk menyelamatkan desa. Perempuan penanam fortuna memang sudah tidak bisa menanam pohon fortuna tetapi bukan berarti pohon fortuna tidak akan tumbuh. Perempuan itu melihat gadis kecil memiliki hati yang tenang, dia tidak menangis meskipun dia dan keluarganya bahkan seluruh penduduk desanya kelaparan. Perempuan itu pun akhirnya mau membagi biji fortuna pada gadis kecil.
"Kau, gadis kecil berhati kuat, tabah dan penuh semangat. Pohon fortuna pasti akan menghasilkan buah yang hebat."

Tak perlu menunggu lama, gadis kecil segera mencangkul tanah yang gersang, mengubur biji fortuna dan menyiramkan air sembari tersenyum bahagia. Di hatinya tumbuh harapan yang besar. Gadis itu menyanyi dan terus menyanyi setiap hari. Pada hari ketiga tumbuhlah pohon fortuna yang mengeluarkan banyak buah fortuna. Penduduk beramai-ramai membantu gadis kecil memanen pohon fortuna. Setelah itu, air sungai kembali jernih dan bebatuan di dasar sungai kembali berkilauan. Yah, batu itu berubah menjadi permata yang lebih indah dari sebelumnya. Untuk pertama kali dalam enam bulan, matahari terbebas dari awan. Kini, penduduk kembali hidup bahagia dan mereka tidak lagi pelit pada penduduk desa lain yang datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar