Laman

Minggu, 17 Agustus 2014

Perjalanan Wirausaha Tanpa Modal (TRUE STORY) part 1

Siapa di sini yang tidak menjadi orang yang sukses? Banyak orang mengatakan bahwa untuk mengubah nasib seseorang faktor yang diperlukan adalah pendidikan. Katanya, bagaimana bisa berubah kalau untuk meraih pendidikan saja kesulitan? Yah yah.. (sambil manggut-manggut). Sekarang lihat balik nasib para sarjana yang menjadi korban dari pemikiran yang siapa pencetusnya ini. Lihat berapa banyak sarjana nganggur? Bingung tanpa arah padahal mereka juga menghabiskan uang jutaan untuk bisa menyelesaikan studinya atau bahkan merelakan waktunya untuk membaca sejumlah diktat dalam sehari. Lalu apakah mereka sukses seperti paradigma yang sudah kadung diamini oleh nyaris semua orang termasuk mereka yang dipelosok negeri. Pemuda pemudi kita tersesat dan tidak ada pandangan apalagi panutan untuk dijadikan tempat curhat.
Kita semua paham, jumlah penduduk dari waktu ke waktu bukannya berkurang justru bertambah dan di sisi lain kemampuan negara untuk menggaji dan menjamin hidup warganya makin susah dari merata. Apa mau menyalahkan negara? Ya nggak mungkin, kita lahir juga bukan kehendak negara kan?

Kawan-kawan yang sedang bingung di persimpangan jaman yang membingungkan ini, saya juga begitu. Saya seperti kalian yang menjadi korban dari sejumlah produk mind set yang entah siapa produsennya ini. Lalu apa hikmahnya? Saya rasa kita sudah terlalu salah jalan tapi bukan untuk tidak bisa memperbaiki. Banyak sekali generasi muda yang butuh didikan yang benar, tantangan yang logis dan bukan pressure yang tidak ada manfaatnya untuk bekalnya ketika menjadi dewasa. Seseorang harus menjadi dirinya sendiri. Yah, dan pekerjaan itu sama sekali tidak mudah. 100 persen rumit dan butuh proses panjang pun melibatkan semua kalangan. Bantu setiap diri minimal menemukan minatnya, kemudian tahu di tempat mana atau melalui apa dia bisa mengembangkan dirinya. Salah satunya tentu saja yang berminat menjadi wirausaha. Kawan sebelum membahasnya saya pun ingin memberi catatan bahwa hanya karena menjadi wirausaha itu solusi bukan berarti semua orang berbakat. Ini analoginya persis seperti jangan memaksa cheetah untuk terbang layaknya burung. Dia telah melakukan sia-sia dan melupakan INTI DIRInya. Yah, their own core.

Oke, cukup prolognya. Sekarang kita membuka cerita baru. Saya akan menceritakan tentang seorang pemuda yang sama seperti remaja lain, awalnya dia juga mengalami fase cemas dengan masa depan. Saya merasakan itu sudah sejak lama tapi membiarkannya. Tapi dia bukan orang yang lari di tempat dia welcome sama setiap kesempatan yang Allah berikan, ini satu poin penting pertama. Saya terus terang hanya pengamat perkembangannya. Dia mengawali usahanya dari membuat sejumlah proposal untuk sekian sekolah. Proposal itu isinya tawaran pembuatan film profil sekolah. Lumayan gigih usahanya! Meski ada hasilnya tetapi kurang maksimal. Setahuku passionnya memang berhubungan dengan sinematigrafi. Tetapi dia tidak berhenti, dia melanjutkan perjalanannya mencari inti dirinya. Pemuda ini kemudian menghubungi seorang penjual gadget melalui kenalannya. Step ini adalah step kuliah yang sebenarnya, menurut orang tersebut. Menarik. Dia membantu berjualan mulai dari marketing, jaga toko, pengiriman barang, dsb. Dia tida mendapatkan gaji tetapi bagi hasil untuk setiap penjualan yang berhasil dia lakukan melalui iklan atas namanya. Oh ya, jadi disamping iklan wajib dia juga diperbolehkan mengiklankan barang dengan memasang kontaknya. Jika berhasil dia mendapatkan sharing profit sekian persen. Kurang lebih satu tahun dia jalani proses ini. Hasilnya lumayan dalam sebulan dia bisa mendapatkan hingga lima juta. Namun, saat seseorang belajar tentu saja ada masa naik tingkatnya. Begitu juga dia. Dia memutuskan untuk mengeksplore lebih banyak dari dirinya. Bagaimana kelanjutan kisahnya akan dibahas di next post insyaallah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar