Laman

Jumat, 17 Oktober 2014

Dongeng Kentang Oleh Ayu Nurfiyah

Dikisahkan, pada zaman manusia kuno, saat kentang belum ada di muka bumi. Manusia memakan dedaunan yang ukurannya sangat besar. Mereka harus melipatnya hingga menjadi gulungan yang cukup besar kemudian memakannya. Di samping itu mereka juga memakan buah-buahan. Syahdan hanya para penguasa yang boleh memakannya. Di zaman itu mereka sudah hidup berkoloni, saling membantu dan berbagi peran. Mereka yang hanya rakyat biasa tentu saja sangat ingin merasakan sedapnya buah.
Suatu ketika, ada salah seorang manusia kuno yang cukup muda. Yah, saat itu usianya nyaris seratus tahun. Tapi dia tidak renta, dia masih terlihat muda. Kau tahu berapa usia mereka yang sudah renta? Usia hidup rata-ratanya sampai ribuan tahun. Wah, bisa dibayangkan? Barang kali sedikit sulit. Tetapi tidak mengapa, dongeng ini hanya akan mengisahkan sang pemuda itu. Pemuda tersebut bernama Kentang atau lebih dikenal Tang. Tang sangat suka berimajinasi, dia membayangkan bagaimana jika dia menjadi penguasa? Bagaimana jika dia mendaki langit. Seperti apa rupanya para makhluk langit? Bagaimana jika dia bisa terbang? Banyak sekali hal-hal aneh yang dia bayangkan. Hingga suatu hari dia lelah membayangkan. Dia ingin juga merasakan sendiri seperti apa rasanya menjadi pimpinan, memakan buah, terbang hingga mencapai langit dan berkenalan dengan para makhluk langit.
Lalu, pergilah Tang muda menemui tetua yang dulu bekerja sebagai pelindung koloni. Tugas mereka seperti tentara, mereka berpetualang untuk memastikan daerahnya aman dan melaporkan jika ada buah atau harta yang baru di lingkungan koloni lain. Tang kecil sangat senang mendengarkan ceritera pak tetua yang kita beri nama Nun. Setelah mendaki gunung, Tang memasuki sebuah gua yang letaknya tak jauh dari gunung perbatasan. tetua Nun masih tinggal di perbatasan meskipun fisiknya tidak kuat lagi. Tetua Nun yang sedang bersemedi langsung membuka mata begitu mendengar langkah kaki Tang Beruntunya, tetua Nun tidak marah. Dia justru menyambut baik kedatangan Tang atau siapapun yang berbincang atau sekedar ingin mendengar ceritanya.
"Tang. Ada apa kau kesini?", tanya tetua Tang dengan seulas senyum yang ramah.
Tang pun memberitahu keinginan hatinya, hayalan-hayalannya yang terdengar tidak mungkin. Namun, Tang percaya bahwa tetua Nun yang terkenal gagah berani dan banyak tahu pasti bisa membantunya.
Tetua Nun terlihat risau dengan pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan Tang. Rasanya akan sangat sulit untuk memberi jalan keluar padanya. Setelah beberapa saat, tetua Nun teringat satu kisah tentang sayembara rahasia sang pimpinan.
"Tang, aku hanya bisa memberi tahumu satu solusi dari sekian banyak pertanyaanmu."
Mendengar jawaban itu, Tang terlihat sangat senang. Dia meminta tetua untuk segera saja memberitahunya.
"Tang, tidak lama lagi pimpinan akan diganti. Dan kau tahu siapa penggantinya?"
Tang tampak bingung.
"Dia adalah orang yang berhasil menemukan makanan baru. Kau tahu bukan bahwa rakyat tidak diperbolehkan makan buah, hanya diperbolehkan memakan sayuran. Maka siapa yang bisa menemukan makanan yang sayuran tetapi bukan dedaunan atau bukan buah tetapi menyerupai."
Wajah Tang semakin terlihat bingung. Mana mungkin ada tanaman yang seperti itu?"
Tetua Nun terkekeh. Lalu dia berkata, "kalau kamu berani membuat hayalan setinggi itu maka kamu pun harus berani bertindak setinggi itu pula atau lebih tinggi. Coba katakan, bagaimana kamu bisa mendaki gunung yang lebih tinggi dari kakimu? Itu karena kakimu bertindak lebih tinggi dari gunung itu. Kehidupan ini adalah jual beli. Kau mengerti?"
Tang hanya terdiam. Manusia muda itu pun akhirnya pulang dengan perenungan yang panjang. Bagaimana dia bisa menghadiahi pemimpin makanan yang tidak ada itu? Matahari dan bulan sudah puluhan kali bekejaran di pelataran langit, tetapi Tang belum menemukan jawabannya.
Di suatu senja yang sendu, Tang duduk di bawah pohon yang tinggi. Dia menatapnya begitu lama. Kemudian Tang mulai berfikir hal yang tidak pernah dia fikirkan sebelumnya.
"Pohon ini, pohon ini siapa yang menemukannya? Dimana ditemukan?" Kebetulan saat itu tetua Nun tengah melintasi jalan tempat Tang sedang berfikir. Segera, Tang pun menanyakan asal muasal pohon itu. Tetua Nun kembali dibuat berfikir keras dengan pertanyaan anak muda ini. Ia tidak pernah mendengar kisah bagaimana pohon itu dibawa oleh leluhur mereka. 
"Tang, pohon ini dia tidak pernah dibawa oleh siapapun dari kalangan leluhur kita."
Seketika Tang terhenyak dengan jawaban tetua Nun yang dikenal sangat pandai itu. Bagaimana mungkin tetua Nun yang tahu banyak tentang dunia di luar wilayahnya tidak tahu perihal kecil yang ada di dalam wilayahnya.
"Maaf Tang, tetapi aku harus melanjutkan perjalananku." Tetua Nun pun pergi meninggalkannya. Kegelisahan hati Tang semakin berlipat-lipat, belum dia menemukan buah yang boleh dimakan rakyat sekarang dia harus menemukan sendiri juga jawaban asal mula si pohon.
Waktu tetap berputar tanpa mau peduli dengan Tang yang sibuk bertanya ke semua tetua bahkan kepada pimpinan. Tidak ada satu pun yang mampu menjawabnya. Seiring bertambahnya waktu, Tang bukannya semakin tenang, pertanyaan di benaknya justru bertambah-tambah. Dia mulai berfikir bagaimana sungai ada, langit ada, tetua Nun ada, hingga semua hal ada. Pada suatu hari ketika dia mulai lelah dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyerang hatinya, dia mulai menenangkan diri. Di bawah pohon dia tidak makan dan tidak juga minum. Kemudian dia mulai berfikir, jika tidak ada yang tahu bagaimana langit ada dan bagaimana tanaman itu ada pasti ada sesuatu yang membuatnya sejak lama sekali. Sesuatu yang menciptakan langit, tanah, sungai, dan semua hal yang ada termasuk menciptakan pikirannya. Tang yang suka berkhayal dan berfikir itu kemudian menyadari bahwa dia terpaut dengan yang sesuatu yang ada, yang menciptakan semuanya. kemudian Tang pun tersenyum. Dia telah mendapatkan jawabannya. Hatinya menjadi tenang.
"Hai pencipta pohon, sungai, langit dan pohon yang berbeda-beda jenisnya. Bisakah kau mendengarku? Jika bisa, bisakah kau membuat untukku sayuran yang menyerupai buah? Supaya aku dan rakyat yang lain menjadi senang?"
Tiba-tiba turunlah hujan. Tang berteduh di ranting pohon. Hujan terus turun hingga hari semakin malam. Akhirnya, Tang memutuskan untuk tidur. Pagi harinya, matahari bersinar cerah. Cahayanya yang hangat menyelinap di antara dedaunan dan mengenai Tang. Dia pun terbangun dengan segarnya. Lalu dia turun dengan meloncat. Tetapi ada yang aneh yang membuatnya terpaku. Dia melihat tanaman baru. Senja tadi sebelum hujan turun, Tang yakin dia tidak melihat tanaman itu. Dengan penasaran ditariknya tanaman itu hingga terlihat buah yang kemerah-merahan. Tetapi Tang yakin, dia bukanlah buah seperti yang pernah dia lihat sebelumnya. Bentuk dan warnanya terlihat aneh bagi Tang. Merasa gembira dia pun menemui tetua Nun. Mendengar penjelasan tetua Nun, mereka pun sepakat bahwa itu bukanlah buah. Mereka pun kemudian pergi ke penguasa koloni. Dan... kalian tentu tahu bukan siapa penguasa selanjutnya? Yah, manusia muda, kentang. Berkat doanya menemukan tanaman yang disyaratkan raja, maka nama kentang pun diabadikan sebagai sebutan tanaman tersebut. Semua orang bahagia dan mulai menanam kentang. Selain itu, kini semua warga selalu berterima kasih kepada yang menciptakan semua tanaman, langit dan segalanya. Tahu bukan? Dia lah Tuhan yang kau sebut dengan banyak nama. Meski berbeda sebutan asal maksudmu Tuhan, percayalah Tuhan pasti tahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar