Dikisahkan, pada zaman manusia kuno, saat kentang belum ada di muka bumi. Manusia memakan dedaunan yang ukurannya sangat besar.
Mereka harus melipatnya hingga menjadi gulungan yang cukup besar kemudian
memakannya. Di samping itu mereka juga memakan buah-buahan. Syahdan hanya para
penguasa yang boleh memakannya. Di zaman itu mereka sudah hidup berkoloni,
saling membantu dan berbagi peran. Mereka yang hanya rakyat biasa tentu saja
sangat ingin merasakan sedapnya buah.
Suatu ketika, ada salah seorang manusia kuno
yang cukup muda. Yah, saat itu usianya nyaris seratus tahun. Tapi dia tidak
renta, dia masih terlihat muda. Kau tahu berapa usia mereka yang sudah renta?
Usia hidup rata-ratanya sampai ribuan tahun. Wah, bisa dibayangkan? Barang kali
sedikit sulit. Tetapi tidak mengapa, dongeng ini hanya akan mengisahkan sang pemuda itu. Pemuda tersebut bernama Kentang atau lebih dikenal Tang. Tang
sangat suka berimajinasi, dia membayangkan bagaimana jika dia menjadi penguasa?
Bagaimana jika dia mendaki langit. Seperti apa rupanya para makhluk langit?
Bagaimana jika dia bisa terbang? Banyak sekali hal-hal aneh yang dia bayangkan.
Hingga suatu hari dia lelah membayangkan. Dia ingin juga merasakan sendiri
seperti apa rasanya menjadi pimpinan, memakan buah, terbang hingga mencapai
langit dan berkenalan dengan para makhluk langit.
Lalu, pergilah Tang muda menemui tetua
yang dulu bekerja sebagai pelindung koloni. Tugas mereka seperti tentara,
mereka berpetualang untuk memastikan daerahnya aman dan melaporkan jika ada
buah atau harta yang baru di lingkungan koloni lain. Tang kecil sangat senang
mendengarkan ceritera pak tetua yang kita beri nama Nun. Setelah mendaki
gunung, Tang memasuki sebuah gua yang letaknya tak jauh dari gunung perbatasan.
tetua Nun masih tinggal di perbatasan meskipun fisiknya tidak kuat lagi. Tetua
Nun yang sedang bersemedi langsung membuka mata begitu mendengar langkah kaki Tang
Beruntunya, tetua Nun tidak marah. Dia justru menyambut baik kedatangan Tang
atau siapapun yang berbincang atau sekedar ingin mendengar ceritanya.
"Tang. Ada apa kau kesini?",
tanya tetua Tang dengan seulas senyum yang ramah.
Tang pun memberitahu keinginan hatinya,
hayalan-hayalannya yang terdengar tidak mungkin. Namun, Tang percaya bahwa
tetua Nun yang terkenal gagah berani dan banyak tahu pasti bisa membantunya.
Tetua Nun terlihat risau dengan
pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan Tang. Rasanya akan sangat sulit untuk
memberi jalan keluar padanya. Setelah beberapa saat, tetua Nun teringat satu
kisah tentang sayembara rahasia sang pimpinan.
"Tang, aku hanya bisa memberi tahumu
satu solusi dari sekian banyak pertanyaanmu."
Mendengar jawaban itu, Tang terlihat
sangat senang. Dia meminta tetua untuk segera saja memberitahunya.
"Tang, tidak lama lagi pimpinan akan
diganti. Dan kau tahu siapa penggantinya?"
Tang tampak bingung.
"Dia adalah orang yang berhasil
menemukan makanan baru. Kau tahu bukan bahwa rakyat tidak diperbolehkan makan
buah, hanya diperbolehkan memakan sayuran. Maka siapa yang bisa menemukan
makanan yang sayuran tetapi bukan dedaunan atau bukan buah tetapi
menyerupai."
Wajah Tang semakin terlihat bingung. Mana
mungkin ada tanaman yang seperti itu?"
Tetua Nun terkekeh. Lalu dia berkata,
"kalau kamu berani membuat hayalan setinggi itu maka kamu pun harus berani
bertindak setinggi itu pula atau lebih tinggi. Coba katakan, bagaimana kamu
bisa mendaki gunung yang lebih tinggi dari kakimu? Itu karena kakimu bertindak
lebih tinggi dari gunung itu. Kehidupan ini adalah jual beli. Kau
mengerti?"
Tang hanya terdiam. Manusia muda itu pun
akhirnya pulang dengan perenungan yang panjang. Bagaimana dia bisa menghadiahi
pemimpin makanan yang tidak ada itu? Matahari dan bulan sudah puluhan kali
bekejaran di pelataran langit, tetapi Tang belum menemukan jawabannya.
Di suatu senja yang sendu, Tang duduk di
bawah pohon yang tinggi. Dia menatapnya begitu lama. Kemudian Tang mulai
berfikir hal yang tidak pernah dia fikirkan sebelumnya.
"Pohon ini, pohon ini siapa yang
menemukannya? Dimana ditemukan?" Kebetulan saat itu tetua Nun tengah
melintasi jalan tempat Tang sedang berfikir. Segera, Tang pun menanyakan asal
muasal pohon itu. Tetua Nun kembali dibuat berfikir keras dengan pertanyaan
anak muda ini. Ia tidak pernah mendengar kisah bagaimana pohon itu dibawa oleh
leluhur mereka.
"Tang, pohon ini dia tidak pernah
dibawa oleh siapapun dari kalangan leluhur kita."
Seketika Tang terhenyak dengan jawaban
tetua Nun yang dikenal sangat pandai itu. Bagaimana mungkin tetua Nun yang tahu
banyak tentang dunia di luar wilayahnya tidak tahu perihal kecil yang ada di
dalam wilayahnya.
"Maaf Tang, tetapi aku harus
melanjutkan perjalananku." Tetua Nun pun pergi meninggalkannya.
Kegelisahan hati Tang semakin berlipat-lipat, belum dia menemukan buah yang
boleh dimakan rakyat sekarang dia harus menemukan sendiri juga jawaban asal
mula si pohon.
Waktu tetap berputar tanpa mau peduli
dengan Tang yang sibuk bertanya ke semua tetua bahkan kepada pimpinan. Tidak
ada satu pun yang mampu menjawabnya. Seiring bertambahnya waktu, Tang bukannya
semakin tenang, pertanyaan di benaknya justru bertambah-tambah. Dia mulai
berfikir bagaimana sungai ada, langit ada, tetua Nun ada, hingga semua hal ada.
Pada suatu hari ketika dia mulai lelah dengan pertanyaan-pertanyaan yang
menyerang hatinya, dia mulai menenangkan diri. Di bawah pohon dia tidak makan
dan tidak juga minum. Kemudian dia mulai berfikir, jika tidak ada yang tahu
bagaimana langit ada dan bagaimana tanaman itu ada pasti ada sesuatu yang
membuatnya sejak lama sekali. Sesuatu yang menciptakan langit, tanah, sungai,
dan semua hal yang ada termasuk menciptakan pikirannya. Tang yang suka
berkhayal dan berfikir itu kemudian menyadari bahwa dia terpaut dengan yang
sesuatu yang ada, yang menciptakan semuanya. kemudian Tang pun tersenyum. Dia
telah mendapatkan jawabannya. Hatinya menjadi tenang.
"Hai pencipta pohon, sungai, langit
dan pohon yang berbeda-beda jenisnya. Bisakah kau mendengarku? Jika bisa,
bisakah kau membuat untukku sayuran yang menyerupai buah? Supaya aku dan rakyat
yang lain menjadi senang?"
Tiba-tiba turunlah hujan. Tang berteduh di
ranting pohon. Hujan terus turun hingga hari semakin malam. Akhirnya, Tang memutuskan
untuk tidur. Pagi harinya, matahari bersinar cerah. Cahayanya yang hangat
menyelinap di antara dedaunan dan mengenai Tang. Dia pun terbangun dengan
segarnya. Lalu dia turun dengan meloncat. Tetapi ada yang aneh yang membuatnya
terpaku. Dia melihat tanaman baru. Senja tadi sebelum hujan turun, Tang yakin
dia tidak melihat tanaman itu. Dengan penasaran ditariknya tanaman itu hingga
terlihat buah yang kemerah-merahan. Tetapi Tang yakin, dia bukanlah buah
seperti yang pernah dia lihat sebelumnya. Bentuk dan warnanya terlihat aneh
bagi Tang. Merasa gembira dia pun menemui tetua Nun. Mendengar penjelasan tetua
Nun, mereka pun sepakat bahwa itu bukanlah buah. Mereka pun kemudian pergi ke
penguasa koloni. Dan... kalian tentu tahu bukan siapa penguasa selanjutnya?
Yah, manusia muda, kentang. Berkat doanya menemukan tanaman yang disyaratkan
raja, maka nama kentang pun diabadikan sebagai sebutan tanaman tersebut. Semua
orang bahagia dan mulai menanam kentang. Selain itu, kini semua warga selalu
berterima kasih kepada yang menciptakan semua tanaman, langit dan segalanya.
Tahu bukan? Dia lah Tuhan yang kau sebut dengan banyak nama. Meski berbeda
sebutan asal maksudmu Tuhan, percayalah Tuhan pasti tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar